MEDAN, SUARASUMUTONLINE.ID – Selalu ada kejutan di setiap persidangan kasus suap dan korupsi dinas PUPR Sumut di tiap persidangan. Banyak fakta persidangan yang membuat orang tercengang, mulai dari banyak yang terlibat, storan yang angkanya fantastik hingga kode-kode rahasia dilapangan.
Fakta terbaru terungkap dalam sidang lanjutan perkara korupsi proyek infrastruktur yang menyeret terdakwa Akhirun Piliang alias Kirun, Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG). Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (15/10), muncul kode transaksi mencurigakan “Sipiongot DP7,5” yang dikaitkan dengan penyerahan uang tunai senilai Rp1,3 miliar di kantor pusat Bank Sumut.
Saksi Taufik Hidayat Lubis, Komisaris PT DNG, mengaku ikut mengurus sejumlah proyek pemerintah bersama terdakwa. Ia mengkonfirmasi adanya transaksi uang tunai di Bank Sumut, namun mengaku tidak mengenal penerima dana tersebut.
Pernyataan itu memancing reaksi keras Ketua Majelis Hakim Khamozaro Waruwu. Ia langsung mengkonfrontir terdakwa Akhirun mengenai makna kode “Sipiongot DP7,5” yang tercatat dalam catatan internal perusahaan.
“Terdakwa, kepada siapa Anda perintahkan uang tersebut diserahkan dengan kode Sipiongot DP 7,5 itu?” tanya Hakim Khamozaro dengan nada tegas.
Akhirun sempat terdiam sebelum menyebut bahwa uang itu merupakan pinjaman kepada seseorang bernama Lunglung. Jawaban tersebut tidak memuaskan majelis hakim maupun jaksa KPK yang menangani perkara.
Menanggapi fakta sidang tersebut, Koordinator Koalisi Masyarakat Anti korupsi (KAKAK) Azmi Adli meminta agar pihak KPK dan Kejaksaan segera turun ke lapangan, selidiki semua yang terlibat, seret dan beri hukuman yang setimpal.
” Saya fikir, tidak sesederhana itu jawaban apa itu kode Sipiongot DP 7,5 yang dijawab kirun di persidangan, kalau dia penyerahan hutang pada rekanannya luglung 1,3 M. Hadirkan lunglung itu, konfrontir. Biar terang benderang, saya fikir KPK dan Kejaksaan harus memperdalam ini semua, ” Tegas Azmi, Jumat (17/10).
Azmi juga mencurigai bahwa kemunculan kode “Sipiongot DP7,5” mengindikasikan adanya mekanisme tersembunyi dalam aliran dana proyek pemerintah yang terindikasi kuat sebagai korupsi berjemaah.
” bisa jadi stilah DP7,5 itu kode sebagai uang muka atau komisi sebesar 7,5 persen, untuk orang “besar” dari nilai proyek yang dikaitkan dengan pekerjaan di kawasan Sipiongot, ” ucapnya.
Karena jika dilihat daalau pola korupsi proyek di daerah selama inj, istilah seperti ‘DP7,5’ bukan kebetulan. Ini bisa berarti 7,5 persen dari nilai proyek yang disiapkan sebagai fee awal untuk pihak yang membuka akses proyek.
Belum lagi pengunaan kode seperti itu dan menunjuk Bank Sumut sebagai tempat transaksi dapat menunjukan bahwa praktek siap tersebut amat sangat terkoordinir dan terstruktur,dengan melibatkan pihak-pihak yang punya akses ke dalam sistem anggaran. Karena penyerahan uang Rp 1,3 Miliar di bank Daerah itu seolah-olah diberi restu oleh jaringan tertentu.
” Maka dari itu kami mendesak KPK dan kejaksaan menelusuri aliran dana di Bank Sumut terkait kode “Sipiongot DP7,5”. Hal itu bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar keterlibatan pejabat tinggi daerah atau pihak ketiga yang menjadi penerima manfaat dari proyek-proyek bernilai miliaran rupiah. Bank Sumut juga harus membuka data CCTV pada waktu dan tanggal tersebut. Kita ingin tahu siapa yang menerima uang itu, dan atas dasar apa transaksi Rp1,3 miliar itu dilakukan. Jangan sampai hanya berhenti di level eksekutor,” ujarnya.
Penulis : Youlie
 
      
 
					





 
						 
						 
						 
						 
						

