LANGKAT, SUARASUMUTONLINE.ID— Isu penerimaan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) oleh keluarga perangkat desa kembali mencuat di Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Setelah publik digemparkan oleh dugaan istri Kepala Dusun di Desa Paya Rengas Kecamatan Hinai Penerima BPNT, kini sorotan serupa mengarah ke Desa Paya Perupuk, Kecamatan Tanjung Pura. Istri Kepala Dusun V Kenanga desa tersebut diduga terdaftar sebagai penerima bantuan sosial program pemerintah tersebut.
Saat awak media mengonfirmasi kebenaran informasi ini kepada Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Paya Perupuk pada Kamis (30/10).pendamping menjelaskan bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengecekan langsung.
“Gak bisa dicek,. Langsung aja ke operator desa. Ceknya melalui operator, kami pendamping PKH kalau ngecek BPNT itu by NIK dan datanya di-update lewat SIKS, biar nanti diperbaiki,” ujar pendamping tersebut kepada awak media.
Sementara itu, Kepala Desa Paya Perupuk, M. Syafri, membenarkan bahwa istri dari Kepala Dusun V Kenanga memang pernah tercatat sebagai penerima BPNT. Namun, menurutnya, data tersebut telah diperbaiki setelah muncul polemik tentang penerima bantuan yang berasal dari keluarga perangkat desa.
“Benar, dulu sempat tercatat. Tapi sudah diperbaiki setelah ada aturan bahwa istri atau suami perangkat desa tidak boleh menerima bantuan sosial. Soal sejak kapan diperbaikinya, saya kurang tahu pasti. Sebaiknya dikonfirmasi ke pendamping PKH karena desa hanya menerima data, pengajuan dan verifikasi dilakukan oleh pendamping,” jelas M. Syafri melalui sambungan telepon WhatsApp Pada Kamis (30/10).
Namun, ketika dikonfirmasi kembali kepada pendamping PKH terkait perbaikan data tersebut, ia justru kembali menegaskan keterbatasannya.
Menanggapi hal ini, Ariswan, Koordinator Nasional Presidium Rakyat Membangun Peradaban (PERMADA), menilai dugaan keterlibatan keluarga perangkat desa sebagai penerima BPNT merupakan bentuk pelanggaran terhadap asas keadilan sosial dan penyalahgunaan kewenangan administratif.
Menurutnya, regulasi terkait larangan tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), serta Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tunai, yang menegaskan bahwa penerima bantuan harus berasal dari keluarga miskin yang tidak memiliki hubungan struktural dengan aparatur pemerintahan desa.
“Jika benar istri atau suami dari perangkat desa menerima BPNT, ini merupakan bentuk pelanggaran etik dan administrasi. Bantuan sosial adalah hak masyarakat miskin, bukan hak keluarga pejabat desa. Inspektorat Kabupaten Langkat harus segera turun tangan melakukan audit dan investigasi agar tidak ada lagi praktik nepotisme dalam penyaluran bantuan,” tegas Ariswan.
Lebih lanjut, Ariswan menegaskan bahwa jika ditemukan unsur kesengajaan dalam pendaftaran penerima manfaat yang tidak layak, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Kami dari PERMADA mendesak Inspektorat, Dinas Sosial, hingga Aparat Penegak Hukum untuk tidak menutup mata. Ini bukan sekadar persoalan administrasi, tapi menyangkut integritas penyelenggara pemerintahan di tingkat desa, Desa Paya Rengas dan Paya Perupuk ini harus menjadi cermin dan sampel Kabupaten Langkat, seharusnya APH, Inspektorat dan Dinas Sosial Gerak Cepat Menangani Permalasahan ini, jangan di biarkan berlarut-larut, Proses hukum harus di lakukan,” tutup Ariswan.
Penulis : Youlie









