MEDAN, SUARA SUMUT ONLINE.ID – Buruknya tata kelola keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut), yang dibuktikan dengan pergeseran anggaran hingga tujuh kali serta tertangkap tangannya Kepala Dinas Topan Ginting, berdampak langsung pada rendahnya daya serap anggaran.
Hingga saat ini, Pemprov Sumut baru mampu merealisasikan tender kegiatan pembangunan senilai Rp1,2 triliun dari total anggaran Rp4,9 triliun yang tercantum dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) APBD 2025.
“Rendahnya serapan anggaran pembangunan ini jelas merugikan masyarakat Sumatera Utara. Pembangunan infrastruktur, layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, serta sektor ekonomi seperti pertanian, industri, dan perdagangan yang seharusnya cepat dinikmati masyarakat, kini menjadi tertunda, ” Terang Elfanda Ananda Pengamat Anggaran dan Kebijakan Publik kepada Suarasumutonline.id Minggu (17/10).
Sementara itu, Gubernur tampak gagap menghadapi kondisi inflasi tertinggi secara nasional hingga mendapat teguran dari Menteri Dalam Negeri. Ironisnya, ia justru menyebut kenaikan harga emas sebagai salah satu penyebab inflasi.
” Gubernur lebih banyak melakukan roadshow bersama tim medianya ke daerah-daerah, termasuk meninjau jalan rusak dan menghentikan kendaraan bermuatan besar di Langkat dengan alasan peningkatan PAD. Padahal, rakyat di berbagai daerah kini terpaksa mengurangi konsumsi karena harga kebutuhan pokok—seperti cabai merah, beras, dan bawang—terus melonjak, ” bebernya.
Inflasi yang tidak terkendali menunjukkan lemahnya peran Pemprov Sumut dalam menjaga kestabilan harga. Pemerintah provinsi seolah lupa bahwa di tengah tekanan inflasi, tugas utama mereka adalah memastikan stabilitas harga melalui kerja efektif Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), pemantauan distribusi barang, dan kebijakan anggaran yang tepat. Baru setelah mendapat teguran dari Mendagri, barulah langkah pengendalian inflasi digerakkan.
Rendahnya daya serap anggaran Pemprov Sumut juga menandakan lemahnya perencanaan dan ketiadaan jadwal kerja yang tegas.
Pergeseran anggaran yang dilakukan hingga tujuh kali, serta disahkannya Perubahan APBD 2025 pada 29 September 2025, menimbulkan ketidakpastian di seluruh dinas.
Situasi ini diperburuk oleh kasus OTT Topan Ginting, yang membuat proses tender dan pengadaan barang semakin terhambat.
“Meski Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Setdaprov Sumut telah menegaskan bahwa seluruh pengadaan dilakukan sesuai Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, namun hal itu belum cukup. Pemprov Sumut harus memastikan agar tidak terjadi lagi praktik korupsi seperti pada kasus proyek jalan Sumut, termasuk adanya “uang klik” sebesar 0,5 persen dalam e-katalog, ” Terangnya.
Biro PBJ Setdaprov Sumut, menurutnya wajib menjalankan fungsi secara transparan, akuntabel, dan adil bagi seluruh peserta tender. DPRD Sumut harus memperkuat fungsi pengawasan, sementara KPK diharapkan tidak dijadikan alat legitimasi politik dalam pengawalan penyusunan APBD.
” Dan Inspektorat pun harus menjalankan fungsi pengawasan secara independen, bukan sekadar menjadi alat kekuasaan kepala daerah, ” tutupnya.
Penulis : Youlie
 
      
 
					





 
						 
						 
						 
						 
						

